Gegap Gempita demokrasi mulai berkumandang di seantero Indonesia, dengan munculnya pemilu langsung. Optimisme mendapatkan pemimpin terbaik mulai tumbuh kembali setelah lama terbenam dalam sanubari warga negara selama ini.
Putaran roda demokrasi mulai lebih cepat dan memanas, seiiring pemilu secara langsung utamanya pemilihan langsung presiden yang menggema lebih keras akhir-akhir ini. Sebenarnya apa yang menjadikan pilpres tahun 2019 menjadi lebih panas, ketat serta menyita perhatian banyak khalayak umum.
Salah satu jawabannya adalah munculnya berbagai isu yang membuat suasana tahun politik menjadi lebih panas, ditambah perang (#)tagar. Disambung banyaknya trik dan intrik menyelimuti perjalanan pilpres tahun ini, yang baru sampai ke tahap kampanye saja sudah sedemikian heboh.
Tidak dapat dibayangkan betapa dahsyatnya nanti mendekati tanggal pemungutan suara 17 April 2019. Di sini tidak akan melihat pilpres dari sudut pandang isu SARA, HOAX yang selama ini berkembang, yang ingin dilihat dari segi sederhana yaitu bagaimana berpolitik yang indah dan damai dengan memandang analogi dari musik kesukaan saya yaitu dangdut.
Ya dangduter, Siapa yang selama ini tidak mengenal salah satu genre musik asli tanah air tersebut? Mulai dari orang tua sampai balita saat ini, selalu mendendangkan musik dangdut.
Maka muncullah orkes musik yang mengorbitkan para penyanyi dangdut Pantura naik menjadi artis kalangan atas. Misalnya Via Valen. Siapa yang tidak kenal Via Valen dengan penggemarnya yang disebut Vianisty.
Adapula Nella Kharisma yang mempunyai Nella Lovers sebagai basis fansnya. Lalu apa hubungan kedua penyanyi dangdut tersebut dengan tahun politik, serta gelaran pilpres? Di sini akan diberi sebuah gambaran secara sederhana dalam berpolitik merujuk kedua penyanyi tersebut.
Di setiap aksi panggung di manapun berada, ketika Via Valen tampil bisa dipastikan Vianisty juga akan memenuhi tempat tersebut. Begitu pula di manapun Nella Kharisma manggung maka Nella Lovers akan berdesakan. Basis fans mereka berdua akan selalu berjoget disaat penyanyi pujaannya melantunkan lagu.
Namun uniknya Vianisty tetap akan berjoget, walau yang bernyanyi bukan Via Valen. Ketika Nella Kharisma yang tampil pun Vianisty tetap akan berjoget, menikmati aksi panggung Nella Kharisma.
Begitupun sebaliknya, fans Nella Lovers juga akan melakukan hal serupa. Analoginya kedua basis fans garis keras tersebut tidak memperdulikan siapa yang menyanyi, asal yang dilantunkan lagu kesukaan mereka dan genre dangdut.
Mencermati fenomena tersebut bisa ditarik garis lurus dari kacamata demokrasi dan politik, yaitu seultras – ultrasnya (bahasa sepakbola) atau segarang – garangnya fans Via dan Nella mereka tetap akur dan berjoget damai, asal genre dangdut berkumandang dan lagu kesukaan mereka berdendang.
Harapan saya begitupun dengan hasil pilpres, siapa nanti yang menjadi presiden entah itu kubu petahana dengan wajah baru Joko Widodo- K.H. Ma’ruf Amin ataupun kubu penantang Prabowo–Sandiaga Uno, maka para pendukung dalam tanda petik fans keduanya tetaplah menikmati pesta demokrasi yang diselenggarakan untuk rakyat.
Karena mereka memiliki lagu genre yang sama yaitu pemimpin pilihan rakyat. Oleh karena itu, mari kita ciptakan suasana perpolitikan kita semerdu lantunan penyanyi dangdut. Semeriah menonton orkes Pantura dan seheboh goyangan penikmatnya namun tetap menjaga satu visi yang sama yaitu keindahan lagu dangdut.
Selayaknya tetaplah memandang politik kita dari sudut pandang para penikmat musik dangdut, niscaya tahun politik 2019 akan ‘Sayang “ untuk dilewatkan karena didalamnya tak ada tragedi “Jaran Goyang” nafsu kekuasaan.(**)