![]()
Cibatu, Tasikmalaya – kamis (13/11/2025)
Polemik alih fungsi lapangan sepak bola di Dusun Dukuh, Desa Cibatu, kembali memanas. Proyek pembangunan Koperasi Merah Putih yang berdiri di atas fasilitas publik tersebut diduga sarat manipulasi dokumen, pemalsuan tanda tangan tokoh masyarakat, hingga tekanan dari oknum aparat.
Isu ini menyeruak setelah dua tokoh masyarakat—masing-masing tokoh pendidikan dan tokoh agama—mengaku tidak pernah menandatangani persetujuan pembangunan. Mereka menyatakan tidak ikhlas namanya dicatut dan tanda tangannya dipalsukan dalam dokumen persetujuan.
“Seharusnya pembangunan koperasi ini dimusyawarahkan dengan warga dan disaksikan Muspika. Tetapi malah ada tanda tangan yang dipalsukan,” ujar seorang tokoh pemuda yang enggan disebutkan namanya.
Sekdes Akui Tanda Tangan Dipalsukan
Kepala Desa Cibatu mengaku tidak mengetahui adanya dokumen yang dipalsukan. Ia menegaskan telah meminta Sekretaris Desa bertanggung jawab dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat serta kedua tokoh yang namanya dicatut.
Sekretaris Desa, saat dikonfirmasi, mengakui perbuatannya. Ia mengaku memalsukan tanda tangan tersebut lantaran mendapat desakan dari oknum Babinsa agar proses pelaporan ke Koramil dan Kodim segera diselesaikan.
Babinsa Klaim Proyek Sesuai Perintah Atasan
Saat dihubungi media, Babinsa berinisial Y menyebut bahwa proyek pembangunan koperasi tersebut telah disetujui oleh Kodim.
“Kalau tidak percaya, silakan langsung tanyakan ke Kodim. Saya hanya menjalankan perintah dari atasan,” ujarnya.
Pernyataan ini justru menambah panas situasi. Warga menduga adanya tekanan yang membuat proses pembangunan berjalan tanpa prosedur musyawarah sebagaimana mestinya.
Warga Kecewa karena Tidak Ada Musyawarah
Sejumlah warga menyatakan sebenarnya tidak menolak pembangunan koperasi jika prosesnya dilakukan secara transparan dan melibatkan masyarakat. Namun, keputusan yang diambil secara sepihak memicu penolakan keras.
“Kami sangat menyayangkan tindakan aparat desa dan oknum Babinsa yang terkesan memaksakan. Padahal program pemerintah pusat seperti Koperasi Merah Putih harusnya berjalan dengan mekanisme yang benar,” lanjut salah satu warga.
Berpotensi Jerat Pasal Pemalsuan Surat
Dugaan pemalsuan tanda tangan tersebut berpotensi masuk ranah pidana. Berdasarkan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, pelaku dapat dikenai ancaman hukuman hingga enam tahun penjara.
Beberapa warga sudah berencana melaporkan kasus ini ke pihak berwajib karena diduga melibatkan pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang.
Warga Minta Penegak Hukum Turun Tangan
Kasus ini dinilai mencoreng tata kelola pemerintahan desa, terutama dalam hal transparansi dan akuntabilitas. Warga berharap pihak berwenang segera turun tangan mengusut tuntas persoalan ini dan memberikan sanksi tegas kepada pihak yang terbukti bersalah.
Rilis Ketua Umum PPRI Indonesia

