“Sinau Dadi Wong Becik: Jejak Sunyi Pengabdian Iwan Budiyanto Menuju Camat Sumberlawang”

“Sinau Dadi Wong Becik: Jejak Sunyi Pengabdian Iwan Budiyanto Menuju Camat Sumberlawang”

Loading

TOKOH KITA

Di sebuah ruangan sederhana yang dipenuhi aroma kopi hangat dan berkas-berkas yang tertata rapi, Iwan Budiyanto, S.E., M.Si., duduk dengan gestur tenang. Hari itu, Jumat (14/11/2025), ia baru saja menerima wawancara pertamanya sejak resmi dilantik sebagai Camat Sumberlawang pada 3 November 2025. Di balik ketenangan itu, tersimpan perjalanan panjang—nyaris tiga dekade—yang membentuk dirinya menjadi figur birokrat yang matang, bersahaja, dan dihormati.

Jejak Awal Pengabdian: 1998, Tahun Pertama Mengabdi

Karier Iwan sebagai ASN bermula pada 1998, di tempat yang kelak menjadi saksi hampir seluruh perjalanan hidup kedinasannya: Kantor Kecamatan Sumberlawang. Di usia mudanya, ia ditempatkan sebagai staf. Tak ada sorotan panggung birokrasi kala itu; hanya meja, kursi, berkas, dan kemauan belajar yang tidak pernah padam.

Di antara tumpukan laporan dan pelayanan masyarakat, ia memupuk satu falsafah yang kelak menjadi kompas hidupnya:

“Sinau dadi wong becik.”

Belajar menjadi orang baik. Bukan semboyan kosong, melainkan tagar pribadi yang selalu ia ulang, ia rawat, dan ia jalani.

Menapaki Tangga Birokrasi: Kasubag PEP hingga Kasi Ekbang

Waktu berjalan, dan komitmen Iwan diuji dari masa ke masa. Pada 2009, selepas 11 tahun menjadi staf, ia dipercaya menjadi Kasubag Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP). Selama empat tahun—hingga 2013—ia mengasah ketelitian dan kecermatan, dua hal yang menjadi karakter kuatnya hingga kini.

Kemudian ia melangkah ke posisi Kasi Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) selama empat tahun berikutnya, hingga 2017. Di sini, cakrawala birokrasi Iwan semakin luas. Ia tak hanya mengurus angka dan laporan, tetapi menyentuh denyut pembangunan desa-desa di Sumberlawang. Ia mendengar suara warga dari dekat, memahami harapan-harapan kecil yang terkadang luput dari perhatian pejabat level atas.

Mutasi-migrasi Jabatan: Trantib, Pemerintahan, hingga Sekcam

Pada 2018, Iwan dipercaya menjabat Kasi Trantib. Tugasnya tidak ringan: memastikan ketertiban umum dalam sebuah kecamatan yang dinamis. Meski hanya 13 bulan (2018–2019), periode ini menguji ketegasannya. Ia belajar bahwa pemimpin bukan hanya tentang ramah, tetapi juga sanggup berdiri tegak saat situasi membutuhkan keberanian.

Tahun 2019–Mei 2022, ia mengemban amanah baru sebagai Kasi Pemerintahan. Inilah masa yang memperhalus naluri administratifnya—urusan pemerintahan, administrasi desa, hingga dinamika lokal yang kadang berlapis-lapis.

Lalu, pada 1 Juni 2022, ia naik ke posisi strategis: Sekretaris Camat (Sekcam). Dari sini, langkahnya menuju pucuk pimpinan terasa semakin nyata.

3 November 2025: Babak Baru di Kursi Camat Sumberlawang

Tepat pada tanggal 3 November 2025, perjalanan itu menemukan puncaknya: Iwan Budiyanto resmi dilantik sebagai Camat Sumberlawang.

Namun bagi Iwan, jabatan hanyalah titipan. Yang tetap ia pegang erat adalah prinsip hidupnya.

“Sinau dadi wong becik.”

Belajar menjadi baik, terus-menerus, seakan tak pernah selesai.

Dalam wawancara, ia mengungkapkan bahwa ia ingin memimpin Sumberlawang dengan pendekatan yang manusiawi: dekat dengan masyarakat, terbuka kepada aktivis, bersahabat dengan wartawan, dan jujur dalam bekerja. Semua itu ia lakukan karena ia percaya bahwa kekuasaan tanpa kebaikan hanya akan menjadi ruang kosong.

Sosok yang Bersahaja: Dekat dengan Warga dan Aktivis

Iwan dikenal rajin beribadah, rendah hati, dan mudah diajak berdiskusi. Aktivis desa mengenalnya sebagai birokrat yang tidak menjaga jarak; wartawan pun menghargainya sebagai narasumber yang tak berbelit. Di tengah budaya birokrasi yang sering kali kaku, sosok seperti Iwan menjadi semacam angin teduh yang menenangkan.

Epilog: Pemimpin yang Tidak Melupakan Akar

Iwan bukan hanya camat yang baru menjabat. Ia adalah anak kandung dari perjalanan panjangnya sendiri—lelaki yang menapaki tangga birokrasi paling bawah dengan konsistensi, kesabaran, dan ketulusan.

Seperti tulisan-tulisan Andrea Hirata—penuh harap, puitis, dan menyentuh—Iwan menjalani kariernya dengan keyakinan bahwa hidup adalah ruang belajar tanpa akhir.

Ia pernah menjadi staf biasa. Ia pernah berdiri di balik meja yang mungkin tak diingat siapa pun.

Namun kini, setelah 27 tahun mengabdi tanpa henti, ia berada di kursi camat dengan hati yang tetap sama: sederhana dan terus belajar.

Karena bagi Iwan Budiyanto, pemimpin yang baik bukanlah yang paling tinggi pangkatnya—tetapi yang paling dekat dengan kebaikan.

Penulis|Rian Derasta