OPINI, Perangkat Desa dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya di ikat oleh regulasi. Selain itu, perangkat desa selalu taat dan patuh kepada Kepala Desa selaku atasan pemberi Surat Keputusan (SK). Namun hal ini menjadikan kecemburuan diantara perangkat desa, dikarenakan kepala desa dalam mengambil kebijakan mencederai dan membatasi pengabdian perangkat desa.
Dalam menjalankan Peraturan Bupati Grobogan Nomor 18 Tahun 2017 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perangkat Desa, Kepala Desa tidak menunjukkan jiwa kepemimpinan yang mengutamakan azas manfaat, azas tepat guna dan azas tepat sasaran, tetapi mengedepankan kedekatan dan kepentingan pribadi. Sehingga kepala desa kurang maksimal dalam mengakomodir perangkat desa untuk jenjang pengembangan karier sesuai regulasi yang ada.
Peraturan Bupati Grobogan Nomor 18 Tahun 2017 cukup jelas, disebutkan bahwa Kepala Desa menunjuk Penjabat Sekretaris Desa kepada Perangkat Desa dengan mengedepankan transparansi.
Sungguh naif, disaat Sekretaris Desa purna tugas, dihari yang sama Kepala Desa menunjuk Penjabat Sekretaris Desa tanpa melalui mekanisme yakni Kemanfaatan Perbub Grobogan Nomor 18 Tahun 2017, tetapi Kepala Desa menunjuk Penjabat Sekretaris Desa karena faktor finansial, kedekatan dan nepotisme.
Hal demikian sungguh mencederai azas manfaat juga mencederai perangkat desa yang memiliki hak sama dalam pengembangan karier sesuai perintah regulasi.
“Kepala Desa yang memaksakan penunjukan Penjabat Sekretaris Desa serta dalam waktu singkat melantik dan mengambil sumpah untuk Jabatan Sekretaris Desa difinitif, hal demikian Kepala Desa melanggar norma kepatutan dan kepantasan”.
Suka tidak suka, mau tidak mau bahwa label konstitusi dijadikan alat untuk kekuasaan Kepala Desa dalam hal ini proses pengembangan karier perangkat desa.
Pada akhirnya masyarakat akan menilai dan menyimpulkan, sesungguhnya kekuasaan Kepala Desa di desa itu sungguh luar biasa dan dominan.
( *** @li – Grobogan ).