Rokok Ilegal Bikin Konglomerat Gelisah, Wong Cilik Sudah Terlatih Hidup dalam Kegelisahan

Rokok Ilegal Bikin Konglomerat Gelisah, Wong Cilik Sudah Terlatih Hidup dalam Kegelisahan

Loading

Peredaran rokok ilegal yang kini meresahkan raksasa industri tembakau seperti Grup Djarum dan HM Sampoerna mengungkap ironi besar dalam peta ekonomi kita. Para pengusaha kelas kakap, yang selama ini duduk di kursi empuk dengan omset triliunan, kini mulai merasakan kegelisahan yang sesungguhnya—kegelisahan akan hilangnya pangsa pasar, merosotnya penjualan, dan ancaman pada kekuatan finansial mereka.

Namun, kegelisahan ini sesungguhnya bukanlah barang baru. Wong cilik sudah mengalaminya jauh lebih lama—bahkan lebih tajam—hanya saja bentuknya berbeda. Jika para taipan resah karena profit tergerus, rakyat kecil resah karena isi piring makan yang semakin kosong. Bedanya, kaum kecil telah ditempa oleh keadaan; mereka beradaptasi, berhemat, dan mencari cara bertahan hidup setiap hari.

Di tengah menurunnya daya beli masyarakat, fenomena rokok ilegal hanyalah satu gejala dari ketimpangan ekonomi yang lebih luas. Ketika kebijakan fiskal dan penegakan hukum tidak cukup efektif, pasar gelap akan selalu menemukan celah. Di titik inilah, kepentingan pengusaha dan rakyat kecil seakan bertemu: sama-sama menjadi korban dari sistem yang timpang. Bedanya, daya tawar keduanya tidak pernah setara.

Kegelisahan yang kini dialami konglomerat bisa menjadi momentum refleksi: bahwa ancaman ekonomi tidak memandang status sosial. Jika hari ini pengusaha mulai merasakan pahitnya ketidakpastian, semoga itu membuka empati dan kesadaran akan realitas wong cilik yang sudah lama hidup dalam situasi serba terbatas. Karena di luar sana, ada jutaan orang yang bukan takut berkurang kekayaannya—melainkan takut esok tidak bisa makan sama sekali.

Opini|Redaksi 

Editor|Rian Derasta