LINTASINDONEWS.COM – LIMA PULUH KOTA, Beredarnya air minum dalam kemasan (AMDK) di kalangan masyarakat, banyak dikeluhkan sebagian warga masyarakat, utamanya akan kelayakan untuk dikomsumsi. Disamping belum memiliki surat izin edar, produksi air mineral itu sudah memenuhi standar kesehatan atau belum.
Berdasarkan undang-undang yang berlaku, pemilik atau pelaku usaha yang tidak mengantongi izin edar melanggar Undang-Undang tentang Pangan nomor 18/2012. Atas pelanggaran itu ancaman pidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp4 miliar.
Di tengarai, air minum dalam kemasan (AMDK) juga muncul di Desa Tanjung Atas, Kecamatan Taram, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Produksi air mineral dalam kemasan gallon ini sudah beredar luas di tengah masyarakat. Karena tak ada sosialisasi ke masyarakat, hal inilah yang menimbulkan kekhawairan warga masyarakat.
Sejalan dengan berjalannya waktu, air minum kemasan sudah beredar, warga sekitar pun berusaha mencari informasi dengan adanya AMDK tersebut. Sehingga mereka pun mempertanyakan keberadaan produksi air mineral merek Rilu Tirta di desa mereka.
Warga masyarakat mensinyalir usaha produksi air mineral merek Rilu Tirta belum memiliki surat izin alias produksi ilegal. Hal itu dikarenakan tidak ada sosialisasi dan koordinasi dengan masyarakat setempat.
Sementara itu, di tengarai produksi Rilu Tirta kemasan galon sudah banyak beredar di kawasan Kecamatan Taram dan sekitarnya Rilu Tirta per galon dijual dengan harga Rp 5000 per galon.
Menurut beberapa warga Desa Tanjung Atas yang ditemui media ini menyatakan, mereka merasa khawatir karena tidak tahu apakah air mineral Rilu Tirta sudah memenuhi standar kesehatan atau belum.
“Dalam kemasan galon tidak dicantumkan nama perusahaan dan komposisi air mjneral. Bahkan, barkotnya pun tidak ada, ” ujar Uda Candra kepada media ini, pada Rabu (14/09/2022).
Untuk itu warga masyarakat berharap Pemerintah Daerah Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat (Sumbar) turun tangan. Warga menginginkan setidaknya instansi yang berwenang memeriksa kelengkapan surat perizinan Rilu Tirta dan mengambil sempel air untuk diuji ke laboratoriim. Hal ini untuk menjamin kelayakan dan kesehatan masyarakat yang mengkomsumsi air mineral tersebut.
Tim Investigasi Wartawan media ini yang terjun langsung ke lokasi produksi Rilu Tirta di Desa Tanjung Atas Kecamatan Taram, menemukan lokasi produksi air mineral berada di kaki Bukit Rilu. Dilihat dari bentuk bangunan yang seadanya dan lokasi terpencil, diyakjni bahwa produksi Rilu Tirta belum memenuhi standar kesehatan.
Menurut keterangan beberapa warga setempat, pemilik Rilu Tirta berasal dari warga lingkungan Desa Tanjung Atas. Hanya masyarakat sekitar lokasi produksi air minum yang tahu operasional perusahaan yang belum jelas legalitasnya itu. Jadi, belum tahu persis apakah AMDK ini produksi pabrikan atau rumahan alias home industri.
“Manuruik kami masyarakat harus dijalehkan, iko perizinan air minum ko baa, lai ado izin nyo,” tandas Uda Epi.
Menurut Uda Epi, produksi Rilu Tirta ini ada izinnya tidak. Karena sudah ada mereknya tentu harus dilengkapi surat perizinannya.
Air yang dijual ini, lanjut Uda Epi, dikomsumsi masyarakat setiap hari. Lalu airnya diambil dari mana sumbernya. Apabila produksi rumahan, air kemasan galon inipun sudah punya merek.
Untuk itu warga hanya minta kejelasan dari Pemkab Lima Puluh Kota atau dinas terkait serta aparat keamanan, sebelum ada jatuh korban karena produksi air mineral yang tidak higienis. Sampai berita ini ditayangkan, tim investigasi belum berhasil menemui pejabat yang berkompeten di bidangnya.
Sementara itu, Tim media ini sudah berusaha konfirmasi lewat WA dan sudah disampaikan ke Kapolres Lima Puluh Kota melalui salah satu anggotanya. Sejauh ini Kapolres Lima Puluh Kota sangat atensi dan akan dikoordinasikan dengan Kasat Reskrim guna menindaklanjuti keluhan masyarakat tersebut. (Tete)