LINTASINDONEWS.COM, SOSIAL — Tidak jauh dari RRI tak asing bagi pria hidung belang, terdapat lokasi yang karakterisrtiknya hampir sama dengan RRI yaitu sekitar Monumen Perjuangan 45, di perempatan monumen tersebut biasanya aktivitas pelacuran berada.
Setelah hari gelap tidak lama kemudian mulai muncul pelacur yang mangkal untuk mendapatkan tamu, bahkan sejak pagi mulai pukul.09.00 pun sudah ada yang menjajakan cinta. Lokasi ini semakin ramai dengan kondisi lingkungan yang di sudut-sudut jalan tanpa penerangan sehingga kondisi ini sangat mendukung untuk dijadikan tempat prostitusi.
Tidak hanya perempuan dewasa, di monumen ini juga nampak pelacuran anak yang berkelompok menanti tamu yang datang. Mereka mengenakan pakaian yang minim sehingga mengundang perhatian dan dandanan yang menyolok serta sensual.
Tempat lain yang biasa digunakan untuk aktivitas prostitusi ditemukan di sekitar terminal Tirtonadi. Pada malam hari di sebelah timur terminal dan di depan deretan toko bahan bangunan, ada beberapa pelacur yang menjajakan diri secara terbuka dan menawarkan pelayanan seksual. Tempat ini semakin marak digunakan dikarenakan letak yang strategis terlebih lagi lokasi ini merupakan akses transportasi dari dan ke terminal.
Ada hal yang menarik dari lokasi di sekitar wilayah tersebut, walaupun aktivitas pelacuran mengalami peningkatan namun hal ini tidak membuat warga sekitar merasa resah dikarenakan di antara mereka telah terjalin suatu kesepakatan tidak tertulis untuk saling menjaga stabilitas keamanan.
Perilaku pelacur jalanan umumnya selalu diidentikkan dengan sikap agresif, berpenampilan mencolok, suka menegur atau menggoda laki-laki yang lewat di hadapannya dan bersedia dibawa kemana saja untuk melakukan hubungan seksual sesuka pelanggan. Perilaku tersebut tidaklah semuanya bisa mewakili ciri-ciri pelacuran jalanan di Surakarta. Secara umum mereka cenderung pasif menanti pelanggan, walaupun ada beberapa yang kelihatan agresif.
Pihak laki-lakilah yang justru kelihatan agresif melakukan pendekatan, mungkin ini stretegi mereka dalam menjaring pelanggan. Mereka cenderung menyendiri dan berdiam secara berkelompok dan seakan-akan memberikan peluang untuk didekati.
Secara umum, semua pelacur tidak bisa menolak setiap orang yang mengajak berkencan. Pelanggan yang telah membokingnya merupakan lahan penghasilan yang harus dipertahankan, dengan demikian secara sungguh-sungguh ia harus tetap menunjukkan pelayanan yang memuaskan terhadap teman kencannya. Apabila ada calon teman kencan yang tidak pelacur senangi, maka mereka akan tetap melayani teman kencan tersebut hanya sebatas keinginan untuk melepaskan hasrat seksual.
Perlakuan pelacur akan jauh berbeda ketika dia diajak kencan dengan orang yang mereka senangi. Kelompok orang yang termasuk disenangi oleh pelacur adalah mereka yang masih muda dengan pakaian serta penampilan rapi. Kalangan mahasiswa merupakan orang yang paling disenangi oleh pelacur. Di antara mereka berlaku gengsi tentang pelanggan yang berasal dari kalangan mahasiswa, oleh karena itu ada simbol-simbol seksual tertentu yang diberikan kepada pelanggan yang disenangi.
Perlakuan pelacur dengan simbol diservice menunjukan pelayanan ekstra yang dilakukan oleh pelacur kepada pelanggan yang disenanginya. Diservice mempunyai arti bahwa teman kencan akan diperlakukan secara istimewa.
Pelayanan yang diberikan sebelum penetrasi merupakan bentuk keistimewaan pelayanan yang diberikan kepada terman kencan. Perlakuan itu termasuk memberikan rangsangan tertentu dengan berbagai teknik yang dipunyai. Oral seks biasanya merupakan perlakuan utama kepada pelanggan yang termasuk kategori diservice.
Perlakuan sebelum penetrasi merupakan pelayanan kepada pelanggan yang bertujuan memberikan kepuasan yang lebih, dengan cara itu pelanggan yang bertujuan memberikan kepuasan yang lebih dan dengan cara itu pula pelanggan yang bersangkutan tidak akan meninggalkan dirinya.
Simbol-simbol seksual yang berlaku di kalangan pelacur sebenarnya menunjukan orientasi seksual yang ada pada diri setiap pelacur. Di kalangan pelacur juga berlaku penikmatan seks yang diberikan oleh para pelanggannya. Pelacur secara nyata juga menikmati hubungan seks yang dilakukan oleh pelanggan tertentu . Keperkasaan yang disimbolkan dari kalangan muda merupakan orientasi penikmatan hubungan seks yang diharapkan oleh pelacur.
Oleh karena itu, perlakuan kepada pelanggan mempunyai dua konotasi seks dikalangan pelacur. Pertama, ketika pelacur diajak kencan oleh orang yang tidak disukai maka pelayanan yang diberikan hanya sebatas kontrak kerja yang disepakati. Kedua, ketika pelacur diajak kencan orang yang mereka senangi maka mereka juga akan mendapatkan suatu kepuasan tidak hanya sebagaui obyek melainkan juga subyek. Di samping dianggap sebagai pelanggan yang ingin mendapatkan kepuasan seksual, pelanggan yang mereka senangi juga dianggap sebagai subjek yang dapat memberikan kepuasan seksual kepada dirinya.
Dari pelanggan jenis inilah pelacur mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Secara fisik mereka mendapatkan pemenuhan hajat seksual dilain pihak pelacur akan mendapatkan bayaran yang selalu mereka harapkan dari pelanggan.
Perlakuan senang tidak senang kepada teman kencannya ternyata lebih didasarkan pada kebutuhan pribadi dari pelacur untuk mendapatkan imbalan seks dari perilaku yang diciptakannya dari teman kencannya. Sedemikian seringnya ia memberikan pelayanan ekstra kepada teman kencan sampai dia mengalami organsme yang dianggap sebagai puncak seks yang diharapkan. Padahal organsme tidak akan terjadi apabila melayani tamu yang tidak mereka senangi.
Salah satu trik yang dilakukan untuk menyenangkan dan memberikan kebanggaan dari teman kencan yang tidak mereka sukai dengan cara berpura-pura mencapai organsme. Pelacuran jalanan ini dikategorikan sebagai pelacuran golongan rendah dari segi tempat, tarif dan paling rawan terhadap penularan PMS (Penyakit Menular Seksual) namun, bukan berarti pelanggan jenis seks ini sedikit dan hanya berasal dari masyarakat golongan bawah karena ada juga pelanggan dari kalangan menengah ke atas yang menggunakan jasa mereka.
Di Solo sendiri, walaupun peraturan anti maksiat dijalankan dan operasi pekat (penyakit masyarakat) secara teratur diadakan, operasi ini tidak mengurangi jumlah pelacuran jalanan, bila tidak gagal karena adanya kebocoran kepada pekerja seks komersial, maka dalam setiap operasi dapat menjaring sekitar 20 – 30 an orang. Penangkapan ini memang dilanjutkan ke persidangan dengan denda yang bervariasi dari Rp. 500.000 per orang subsider 14 hari kurungan sampai denda Rp. 1000.000 per orang subsider penjara 21 hari kurungan, selebihnya mereka hanya dilakukan proses pendataan dan diberi nasehat untuk tidak lagi melakukan aktivitasnya lagi.
Berbagai sumber