Oleh: Adiat Santoso (Edot) Ketua Korwilsus AWPI Soloraya.
OPINI, Setelah mencuatnya berita di salah satu media online Jawa Tengah, dengan menyebut di salah satu kabupaten Para Kasek dan Kades Resah di datangi segerombolan Wartawan bodrex dan LSM Abal-abal. Membuat saya memiliki pandangan tersendiri.
Bukan masalah bodrex ataupun Abal-abal nya, namun orientasi lebih pada keresahan yang melanda para kades dan kasek. Nampak di situ berimbangnya sebuah berita perlu di pertanyakan, bisa di duga media tersebut menceburkan diri kedalam media partisan atau pesanan untuk menutupi kebobrokan birokrasi, yang selama ini nyaman di lakukan para oknum kades maupun oknum Kasek.
Jika kita mengkaji, perihal bodrex ataupun abal-abal bagaimana cara mengkajinya?, bukankah masih ada Undang-undang lain selain UU Pers No 40 Tahun 1999, yakni PP 43 Tahun 2018, peran serta masyarakat dalam menindak pelaku korupsi?? bahkan Presiden telah siap memberi reward bagi para pembongkar korupsi.
Peran serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi diwujudkan dalam bentuk antara lain mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana.
Saya Adiat Santoso Korwilsus AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia) Soloraya, berdiri di dua UU yakni UU Pers No 40 Tahun 1999 dan UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Siap memberantas pelaku korupsi dan penghalangnya, jika tidak bisa di peringatkan.
Sesuai marwah AWPI yang memiliki tujuan ikut mencerdaskan bangsa, ingin mengajak masyarakat ikut berperan mengawasi dana dari pemerintah, baik itu Biaya Operasional Siswa (BOS) tingkat SMP, SMK dan SMA. Kemudian Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD) serta Bankeu Provinsi dan BKK (Bantuan Keuangan Kabupaten).
Kepala Desa dalam melaksanakan kegiatan sebaiknya memajangkan RAB Kegiatan di kantor balai desa, yang mana tujuannya agar semua masyarakat tau apa saja yang di bangun dan apa saja yang akan di belanjakan, berikut harga satuan nya, itu wajib karena dana tersebut untuk masyarakat desa setempat.
Kepala desa berkewajiban memberikan informasi kepada masyarakat, Klausul yang mengatur keterbukaan informasi tersebar dalam beberapa pasal dalam UU Desa. Yang pertama diatur dalam pasal 24, yang menyatakan bahwa asas penyelenggaraan Pemerintahan Desa salah satunya adalah keterbukaan.
Selanjutnya dinyatakan pada bagian penjelasan bahwa yang dimaksud dengan keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian pada pasal 26 ayat (4) huruf (f) diatur bahwa dalam menjalankan tugasnya Kepala Desa berkewajiban untuk melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme. Masih pada pasal dan ayat yang sama, pada huruf (p) diatur bahwa Pada bagian lain, yakni pada pasal 27 huruf (d) diatur bahwa dalam menjalankan hak, tugas, kewenangan, dan kewajiban Kepala Desa wajib memberikan dan/atau menyebarkan informasi penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada masyarakat Desa setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 68 ayat (1) huruf (a) dinyatakan bahwa masyarakat desa berhak meminta dan mendapatkan informasi dari Pemerintah Desa serta mengawasi kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Bagian akhir yang mengatur tentang keterbukaan informasi pada UU Desa terdapat pada pasal 86 ayat (1) dan ayat (5) yang menyatakan bahwa desa berhak mendapatkan akses informasi melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan sistem informasi tersebut dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat desa dan semua pemangku kepentingan.
Secara spesifik, kewajiban untuk menjalankan keterbukaan informasi bagi badan-badan publik selama ini telah diatur oleh UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Mengacu pada UU KIP, tak ayal lagi bahwa Pemerintah Desa tergolong sebagai badan publik, sebab Pemerintah Desa merupakan lembaga yang salah satu sumber pendanaannya berasal dari APBN dan APBD. Jika keterbukaan informasi yang diatur oleh UU Desa masih bersifat umum, UU KIP telah mengatur secara detil tentang mekanisme atau cara badan publik menyampaikan informasi, serta cara bagaimana masyarakat memperoleh informasinformasi.
Selanjutnya dana BOS, Mulai tahun 2020, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tak lagi ditransfer melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi, namun langsung ke rekening sekolah.
Guna meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana BOS, kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mewajibkan sekolah untuk membuat pelaporan penggunaan dana BOS secara online.
Semua dana tersebut mutlak bukan milik Para Oknum Kepala Desa dan Oknum Kepala Sekolah. Selain itu kebuiakan pemerintah pusat dan daerah pun perlu di awasi dan di kritisi, jika tidak berpihak ke rakyat kecil, karena itu tugas kita semua yang memiliki hak yang sama sesuai UUD 45.
Bukankah jika warga memiliki nomor induk Kartu Tanda Penduduk (KTP) memiliki hak yang sama?, dimanakah pembedanya?. Semua UU di ciptakan berlaku untuk semua warga Indonesia tanpa terkecuali. Yang penting sesuai aturan dan badan hukumnya, jika ada hal lain perlu di pertanyakan tingkat indenpendennya.
Masih perlu kita ingat PP No 43 Tahun 2018, Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Jadi himbauan saya, jangan takut para pegiat anti korupsi untuk bertindak, jika sudah sesuai aturan dan petunjuk lakukan yang terbaik, agar bangsa ini tidak tercengkram oleh oknum-oknum pelaku korupsi, oleh tangan-tangan kotor yang bergentayangan di bumi ibu pertiwi ini. (*****)