GROBOGAN – Aroma skandal mewarnai gelaran Turnamen Bola Voli Karang Paing Cup II di Desa Karang Paing, Kecamatan Penawangan, Kabupaten Grobogan. Tim unggulan Senopati Dimoro tiba-tiba mogok bertanding di babak delapan besar pada Kamis malam, 11 September 2025, setelah menuding lawannya, Putra Tunggal Sindurejo, menggunakan pemain ilegal dengan identitas kependudukan ganda.
Pertandingan yang semula ditunggu publik pecinta voli itu mendadak ricuh. Senopati Dimoro menolak melanjutkan laga kontra Putra Tunggal Sindurejo karena mencurigai lima pemain lawan bukan warga Desa Sindurejo. Protes keras pun dilayangkan kepada panitia dan official tim lawan.
Surat pernyataan
Kecurigaan mengerucut pada dua nama: Sukma Lindu Aji dan Yongki Prayoga. Keduanya tercatat sebagai warga Sindurejo melalui dokumen KTP dan KK. Namun, pemain Senopati Dimoro mengklaim mengenal keduanya sebagai warga Desa Jambangan, Kecamatan Geyer.
Ketua panitia sempat menengahi dengan menunjukkan dokumen kependudukan resmi. Namun, investigasi lanjutan official Senopati Dimoro justru menemukan fakta berbeda. Orang tua Sukma Lindu Aji, Darto, yang ditemui di Dusun Kuncen, Desa Jambangan, menegaskan bahwa anaknya tidak pernah pindah dari desa tersebut.
“Anak saya sejak lahir di sini, tidak pernah pindah, dan masih tercatat di KK Jambangan. Ini fotokopinya,” kata Darto sembari menunjukkan dokumen keluarga.
Atas temuan itu, official Senopati Dimoro menandatangani surat pernyataan bermeterai, disaksikan Babinkamtibmas dan Babinsa. Isinya, mereka bersedia mengakui kekalahan bila identitas pemain Sindurejo terbukti sah. Namun, bila sebaliknya, mereka mendesak Putra Tunggal Sindurejo didiskualifikasi.
Skandal ini tidak berhenti di lapangan. Official Senopati Dimoro berencana membawa kasus dugaan data kependudukan ganda ke ranah hukum. Mereka menuding ada pihak yang memanipulasi dokumen kependudukan untuk kepentingan turnamen.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 77 jelas melarang praktik manipulasi data kependudukan, dengan ancaman sanksi pidana.
Kasus ini menjadi peringatan keras bagi panitia penyelenggara turnamen antar-desa. Seleksi administrasi pemain tidak boleh hanya berhenti pada dokumen formal, melainkan harus diverifikasi secara faktual. Sebab, olahraga seharusnya menyehatkan, bukan menjadi sarana manipulasi dan kecurangan.