Pendemo Anarkis yang Munafik atau Pemerintah yang Tuli?

Pendemo Anarkis yang Munafik atau Pemerintah yang Tuli?

Loading

DEMONCRAZY

Dalam dinamika bangsa, seringkali kita terjebak pada pertanyaan mendasar: siapa yang sebenarnya tidak peka? Rakyat kepada kebaikan pemerintah, atau pemerintah kepada kebutuhan rakyat?

Ketika pemerintah meluncurkan program pembangunan, subsidi, hingga bantuan sosial, tidak sedikit rakyat yang menilai itu hanya pencitraan atau janji politik. Rasa curiga begitu besar sehingga kebaikan sering tertutup oleh kekecewaan masa lalu. Di sisi lain, pemerintah kerap dianggap lamban membaca denyut nadi rakyat: harga sembako naik, lapangan kerja terbatas, hingga pelayanan publik yang masih jauh dari kata ideal. Ketidakpekaan ini memunculkan jarak emosional yang makin melebar.

Ironisnya, ketika aspirasi rakyat dituangkan lewat demonstrasi, seringkali aksi itu tidak sesuai SOP: merusak fasilitas umum, anarkis, bahkan berpotensi menimbulkan korban jiwa. Jika rakyat yang harus menanggung luka, siapa yang bertanggung jawab? Kebebasan berpendapat adalah hak, tapi jika berubah menjadi kekerasan, justru memperlemah perjuangan itu sendiri.

Di sisi lain, setiap kericuhan selalu ada yang menunggangi. Media sosial menjadi arena propaganda. Narasi “pemerintah otoriter” mudah sekali dijual, seakan setiap tindakan aparat adalah kezaliman. Apalagi di era Presiden Prabowo nanti, serangan politik akan datang dari berbagai arah. Bukan hanya kebijakan yang diuji, tapi juga reputasi pribadi. Publik yang emosional mudah diarahkan untuk membenci, meski belum tentu paham substansi masalahnya.

Di titik inilah kedewasaan bangsa diuji. Pemerintah harus peka, bukan hanya dengan program, tapi dengan sikap dan komunikasi. Rakyat juga dituntut bijak: kritis tanpa anarkis, menilai dengan fakta, bukan emosi. Karena bangsa ini tidak akan maju jika terus terjebak dalam lingkaran saling curiga, saling serang, dan saling menutup mata pada kebaikan satu sama lain.

Opini|Redaksi 

Overall Rating
5.0

Rating