LINTASINDONEWS.COM – GUNUNGKIDUL, Ny Eyang Muhammad Dawud atau yang sering dI panggil Simbah Wagiyem ialah lansia yang berusia 122 tahun, warga Padukuhan Plosodoyong, RT05/RW09, Kalurahan Ngalang, Kapanewon Gedangsari, Gunungkidul.kamis, 23/03/2023.
Mbah Wagiyem adalah janda yang hidup sendiri setelah ditinggal wafat oleh suami tercinta hampir selama 32 tahun yang lalu, Eyang Dawud tinggal dirumah Adat yang bisa dikatakan jauh dari kata layak dan terkesan reot. Tetapi bukan tanpa alasan Eyang Dawud mau tinggal dirumah yang sudah bisa dikatakan tidak layak untuk di huni .
Di jelaskan oleh Muhammad Satidjan yang merupakan Putra tertua dari Eyang Dawud sekaligus yang dikenal sebagai sesepuh Kalurahan Ngalang serta sosok pemerhati budaya, ia mengatakan, ibunya selama hampir 32 tahun hidup sendiri dan sudah menjadi keinginannya serta tidak mau dipaksa pindah kerumah yang lebih layak sebelum waktunya tiba. Dikatakan Muhammad Satidjan, Ny Eyang Dawud mempunyai kelebihan yang di percaya oleh masyarakat bisa membantu orang untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun memberikan pertolongan yang lain.
Berawal dari kemampuan yang Eyang Dawud miliki, dan dengan berbagai pertimbangan yang tidak bisa dijelaska maka beliau memilih tinggal dirumah tersebut untuk menjalani kehidupannya seorang diri. Bahkan, rumah yang ditinggali oleh Eyang Dawud pernah akan dibangun oleh keluarga dan kerabat tetapi pada saat itu ditolaknya. Eyang Dawud, yang dikenal sosok orang tua yang bersahaja dan selalu dekat dengan agama islam yang dianutnya, di usia senjanya masih terlihat sehat dan masih mampu mendengar dengan baik, tidak mudah lupa, dan masih mampu menjalankan aktivitas sehari-hari seperti layaknya orang yang masih berusia muda.
Bertepatan pada hari Rabu, tanggal 22 Maret 2023 menjelang Bulan Suci Ramadhan 1444H genap sudah selama 32 tahun Eyang Dawud tinggal dirumah adat tersebut. Selanjutnya, atas kehendak sendiri dan disambut bahagia dari seluruh putra, cucu, buyut maupun canggah dari keluarga besar, Eyang Dawud pada hari itu berkenan untuk pindah rumah milik putra tertuanya Muhammad Satidjan yang disebutnya dengan Rumah Budaya.
Tradisi Boyong Eyang Uti, sebutan keluarga besar Eyang Dawud, dimulai dengan seluruh putra dan kerabat menjemput Ny Eyang Dawud kerumah yang berjarak kurang lebih 200 meter dari rumah yang akan ditinggalinya saat ini . Dengan didampingi oleh keluarga serta kerabat, Eyang Dawud masih mampu berjalan dengan baik walaupun ia harus sedikit dibantu dituntun oleh cucu dan kerabat yang lain. Disampingnya, tampak Muhammad Satidjan yang membawa tombak pusaka yang merupakan milik dari Eyang Dawud untuk ikut diboyong ke rumah Budaya yang akan ditempatinya nanti.
Menurut Muhammad Satidjan, tradisi Boyong Eyang Uti yang dilakukan adalah bentuk darma bakti dari anak, cucu, kerabat terhadap orang tua. Kata Mbah Satidjan, sebelumnya ia bersama dengan keluarga sangat menghormati keputusan dari Eyang Dawud yang bersikeras untuk tetap tinggal dirumahnya sendiri walaupun dengan kondisi yang jauh dari kata layak.
“Ini adalah momentum membahagiakan bagi kami seluruh keluarga Eyang Dawud, menjelang Bulan Suci Ramadhan yang segera akan tiba, beliau berkenan untuk pindah rumah yang lebih laik untuk ditempati beliau di usia yang hampir satu abad lebih ini, kami semua mengucap syukur Alhamdulillah,” ungkap Muhammad Satidjan pada hari rabu, (22/03/2023).
Sesampainya, dirumah Budaya milik Muhammad Satidjan, dengan disambut Gending Jawa yang dimainkan oleh ibu ibu pengrawit dari Padukuhan Plosodoyong dibawah asuhan Muhammad Satidjan, Eyang Dawud dengan wajah berseri dan kelihatan sangat bahagia langsung duduk di kursi yang sudah disiapkan oleh keluarga.
“Eyang tampak bahagia dan gembira, kami sekeluarga sangat bersyukur beliau kerso( mau) untuk tinggal di rumah yang lebih laik dari sebelumnya,” imbuhnya.
Rasa haru bercampur bahagia, dirasakan seluruh keluarga tampak bahagiya menyambut kedatangan orang tua yang sangat mereka sayangi.