LINTASINDONEWS.COM , Opini – Ketika anak saya yang baru kelas tiga SD mendapat tugas dari sekolah membuat kliping ( kumpulan berita ) seputar bencana alam, tema yang sangat tepat dengan fenomena alam saat ini. Maka sibuklah kami selaku orang tua membongkar – bongkar koran bekas, mencari sesuai apa yang di cari.

Namun sayang Koran bekas tinggal sedikit saja karena jarang beli, Dan kliping yang di caripun sulit di dapat, akhirnya esok hari aku beli Koran di pasar yang biasa mangkal di tempat photo copy dekat kantor kecamatan, namun sayang sang penjual tidak lagi jualan dengan Alasan sejak ada handphone android Sudan jarang yang beli Koran, hingga hanya merugi saja bila tetap jualan Koran.

Itulah fenomena Alam di jaman era digital ini, sepertinya media cetak Sudah mulai lesu. Generasi sekarang atau generasi medsos atau generasi gadget, mereka nyaris tidak pernah membaca media arus utama, mereka dalam mencari informasi atau berita lebih memanfaatkan medsos yang sangat cepat dapat dibaca dalam waktu singkat, jauh berbeda dngan media arus utama seperti media cetak yang harus menunggu esok pagi mengunjungi pembaca.

Kondisi seperti itu, sangat beralasan, jika kedepan media arus utama seperti media cetak koran dan majalah bakal mengalami kebangkrutan. Kondisi seperti itu pun, mengancam pada media gratis seperti televisi tradisional, boleh jadi suatu saat nanti bakal ditinggalkan oleh masyarakat.

Wina Armada Sukardi, (Harian Pelita, 10/8/2017) mengemukakan, para penganut Teori Generasi yang diprakarsai sosiolog Hungaria bernama Karl Mannhein dalam esainya berjudul “The Problem of Generation” pada 1923, secara umum mengupas tentang  teori generasi meliputi dan menempatkan generasi yang namanya generasi, yaitu ada generasi yang disebutnya generasi  Z adalah mereka yang lahir periode 1995– 2010.

Yang disebut generai Z yang masih bersekolah atau duduk di tahun pertama perguruan tingggi. Generasi Z memiliki keistimewaan lahir pada era internet atau siber suatu era yang informasi sangat mudah diperoleh secara gratis. Mereka disebut juga generasi millennial. Ada juga generasi Y atau generasi Post Millenial lahir periode 1981 — 1994.

Badan Pusat Statistik [BPS] memprediksi di Pulau Jawa saja pada tahun 2020 Generasi Z akan menyentuh 61, 8 persen populasi dan saat itu sudah berada di kisaran 59 persen. Dengan karakter pola piker dan perilaku yang sudah sangat digital berbasis teknologi tinggi. Mereka hampir tak lagi membutuhkan pers konvensional seperti koran dan majalah cetak. Lebih jauh lagi mereka dimasa depan mereka juga sudah meninggalkan siaran televisi tradisional gratis.

Presiden Jokowi, saat memberi kuliah umum di Univesitas Ahmad Dahlan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 22 Juni 2017 tahun lalu, menegaskan generasi Y dan generasi Z akan mengubah politik dan ekonomi nasional dalam waktu lima hingga 10 tahun ke depan, mana mau beli koran.

Mereka tidak perlu media cetak, karena cukup mencari berita di telepon seluler pintarnya. Mereka juga tidak minat membaca berita dengan urutan berita yang disajikan media cetak. Generasi Y dan Z tahu, apa yang mereka mau.

Nah, sekarang ini, belum lima tahun atau 10 tahun mendatang yang diperkirakan banyak media cetak yang bangkrut dengan semakin maraknya media pada era  internet  atau era medsos seperti media online, medsos, media cetak mulai banyak yang oplahnya turun, terancam mengalami kebangkrutan, karena kekurangan peminat, pembaca, pelanggan, kecuali media arus utama yang bermodal kuat yang kaya dengan inovasi-inovasi.

Bahkan di ibu kota, ada media cetak nasional dan legendaris  yang sudah yang bangkrut, mungkin salah satu penyebabnya, karena kalah bersaing pada era internet sekarang ini. Inilah rahasia illahi hanya Alloh yang Maha Tahu.

Salam Redaksi

Penulis : Rian

Inspirasi berbagai sumber

SHARE