Tim Lintas Indo

OPINI

Pluralisme yang biasa di kaitkan dengan perbedaan memunculkan kesalahpahaman di tengah masyarakat. Yang berimplikasi pada justifikasi-justifikasi yang keliru terhadap istilah tersebut.

Saya ingin mengutarakan pluralisme yang sedang berkembang di Negara kita, yakni yang memiliki makna berbeda dengan pluralisme yang ada di Negara barat. Ini terjadi karena para cendikiawan muslim Indonesia mengolah istilah tersebut agar bisa sesuai dengan kondisi kultural masyarakat Indonesia.

Seperti di kutip dari buku karya Muhammad Nurdin Sarim yang berjudul “Telaah Kritis Pluralisme Agama: Sejarah, Faktor, Dampak dan Solusinya” Olah golongan konservatif, (1) terlihat pemahaman mereka terhadap pluralisme adalah sebagai paham yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama atau identik Literatur yang berisi kesalahpahaman.

Jadi pengertiannya dalam artikel buku tersebut jika semua agama itu sama atau identik tentu saja sebuah kekeliruan yang besar. Maka tak perlu ada kata pluralisme agama, semua agama muncul maka lahirlah kata pluralisme agama yakni sebuah keyakinan dengan tatacara yang berbeda-beda.

Hal-hal yang keliru itulah menyebabkan masyarakat muslim pada umumnya bersikap anti-pati terhadap istilah pluralime agama, seperti sudah terdoktrin padahal mereka tidak mengetahui makna yang sebenarnya dari istilah yang mereka benci itu. Karena sedari awal sudah anti-pati terhadap istilah tersebut maka masyarakat kebanyakan tidak akan mau mendengarkan klarifikasi untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut.

Jika kita membaca buku-buku atau literatur-literatur dari tokoh-tokoh pendukung pluralisme agama maka kita akan mendapati pengertian yang berbeda dengan pengertian yang pertama tadi. Pluralisme agama adalah paham yang menganggap bahwa semua agama sama-sama sedang menuju kebenaran (Tuhan) yang satu. Oleh karenanya, Tuhan yang dimaksud oleh tiap-tiap agama adalah Tuhan yang sama karena—sebagaimana yang kita yakini bersama bahwa— Tuhan hanya ada Satu.

Dalam Keyakinan bahwa semua agama menuju Tuhan yang sama bukan berarti bahwa tiap-tiap agama memiliki konsep ketuhanan yang sama pula. Ketika mengekspresikan Tuhan mereka, tiap-tiap agama memiliki cara yang berbeda meskipun Tuhan yang dimaksud adalah sama. Ini sama halnya ketika ada lima orang sedang bertamasya ke satu tempat kemudian mereka menceritakan tentang tempat tersebut, maka tentu saja keterangan dari lima orang tersebut akan berbeda, tergantung dari pengalaman masing-masing orang. Bagi orang yang sering berkunjung ke tempat wisata, barangkali mengatakan bahwa tempat yang ia kunjungi ini biasa saja. Tetapi, bagi orang yang jarang berkunjung ke tempat wisata maka ia akan mengatakan bahwa tempat yang ia kunjungi itu sangat indah dan mengagumkan. Untuk menceritakan tempat wisata yang sifatnya kongkrit saja sudah menimbulkan ekspresi yang berbeda apalagi ketika menceritakan pengalaman manusia dengan Tuhan yang Maha abstrak (ghoibul ghuyub) dan tidak terjangkau, maka sudah pasti menimbulkan ekspresi yang sangat berbeda.

Oleh karena semua agama sedang menuju Tuhan yang sama, maka bisa dikatakan bahwa semua agama sama-sama benar. Benar karena semua agama menuju Tuhan yang satu. Lantas, muncul pertanyaan jika agama sama-sama benar apakah ada orang yang berani pindah-pindah agama, toh semuanya menuju Tuhan yang satu? Pada kenyataannya orang akan melakukan klasifikasi lebih lanjut terhadap agama-agama yang sama-sama benar itu. Maka muncullah satu agama yang menurutnya paling benar di antara agama-agama yang benar itu. Saya pribadi selaku muslim meyakini bahwa agama Islam adalah agama yang paling benar di antara agama-agama yang benar itu. Oleh karenanya saya tidak mau untuk berpindah-pindah agama.

Agama menuju Tuhan yang satu, tetapi metode yang ditempuh itu berbeda. Tiap-tiap agama memiliki ritual-ritual khusus sebagai jalan menuju Tuhan mereka. Perbedaan metode yang ditempuh tersebut menimbulkan karakterisitik yang berbeda dari masing-masing agama. Selain itu, konsep ketuhanan juga berbeda, karena sebagaimana yang dijelaskan di awal bahwa ekspresi pengalaman manusia dengan Tuhan yang Maha abstrak akan berbeda.

Sama-sama menuju Tuhan yang satu, tetapi di sisi lain agama memiliki perbedaan, yakni mengenai konsep ketuhanan dan metode (jalan) yang ditempuh untuk menuju Tuhan. Perbedaan-perbedaan tersebut membuat manusia melakukan klasifikasi lebih lanjut terhadap agama-agama tadi, tentu saja agama yang menurutnya paling benar akan dijadikan sebagai jalan hidup bagi orang tersebut. Demikian itu yang saya pahami terhadap istilah pluralisme agama yang seringkali disalahpahami oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Mudah-mudahan bermanfaat. Sehingga kota bisa saling menghargai perbedaan, Bhineka Tunggal Ika harus tetap kita jaga. (***)

Penulis Aktif di AWPI (Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia)

Inspirasi berbagai sumber

SHARE