SRAGEN, Kecamatan Miri di Kabupaten Sragen memiliki sejarah yang kaya dan erat kaitannya dengan sejarah Sragen secara umum. Sejarah Kecamatan Miri dimulai dari masa Kerajaan Majapahit, di mana wilayah Sragen, termasuk Miri, menjadi bagian dari kekuasaan kerajaan tersebut. Kemudian, pada masa kekuasaan Kasunanan Surakarta, wilayah ini dikenal sebagai “Bumi Sukowati”. Kecamatan Miri sendiri telah mengalami perubahan pemerintahan, mulai dari kademangan hingga menjadi desa dengan lurah atau kades sebagai pemimpinnya.

Elaborasi:

Masa Kerajaan Majapahit: Sragen, termasuk Miri, pernah menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit yang luas.

Masa Kasunanan Surakarta: Wilayah ini kemudian dikenal sebagai “Bumi Sukowati” di bawah kekuasaan Kasunanan Surakarta.

Perubahan Pemerintahan: Di beberapa desa di Kecamatan Miri, terjadi perubahan dari sistem pemerintahan kademangan ke pemerintahan desa dengan lurah atau kades sebagai pemimpinnya, seperti yang terjadi di Desa Geneng.

Asal-Usul Nama: Nama beberapa desa di Kecamatan Miri, seperti Desa Doyong, memiliki cerita sejarah yang menarik, seperti cerita Pangeran Samudra yang singgah di desa tersebut.

Desa ~ Desa di Kecamatan Miri:

Desa Geneng: Awalnya berdiri di daerah tinggi dengan kontur tanah berbukit, dan memiliki tokoh bernama Marto Suharjo yang menjadi lurah pertama.

Desa Doyong: Nama desa ini berasal dari cerita Pangeran Samudra yang singgah di desa tersebut.

Desa Bagor: Memiliki beberapa kampung seperti Mojolegi, Tegalrejo, dan Muneng, masing-masing dengan kepala desa.

Desa Brojol: Merupakan satu dari 10 desa di Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen. Secara geografis, desa di pinggiran Kabupaten Sragen ini berada di area perbukitan sehingga sektor pertanian mengandalkan guyuran hujan.

Terdapat pula sebuah bendungan bernama ‘Waduk Kedung Kancil’. Di daerah Gunung Sono tempat yang cukup menarik untuk dijadikan daerah pemancingan dari aliran waduk Kedung Ombo. Di daerah Girimargo, terdapat penangkaran benih ikan gurame, karper, dan nila.

Desa Girimargo: terbentuk ketika Sunan Giri dalam perjalanannya singgah di Dukuh Giren tepatnya di Punden Sunan Giri.

Di Punden (Gundukan tanah / seperti kuburan ) yang terpendam di dalamnya. Menurut sesepuh berbagai responden yang katanya Punden tersebut terdapat sebuah Tongkat  dan Beruk / Tempurung kelapa.

Desa Soko: Memiliki dua tempat wisata unggulan di desa ini adalah Kedung Grujug dan Gunung Kemukus . Kedung Grujug, sebuah kolam alami yang dikelilingi pepohonan rindang, menawarkan pemandangan menyejukkan yang sayangnya belum banyak diketahui oleh wisatawan luar daerah. Sementara itu, Gunung Kemukus, yang terkenal dengan mitos dan cerita sejarahnya, menarik banyak wisatawan lokal, meskipun infrastruktur yang ada belum sepenuhnya mendukung perkembangan pariwisata.

Desa Sunggingan: Pada masa sebelum kemerdekaan ada seorang seniman yang melukiskan/ menyungging gambar wayang di sebuah batu. Saat ini, batu tersebut masih ada di Desa Sunggingan, meskipun hanya tersisa beberapa bagian dari karya seniman tersebut. Hal tersebut cukup unik, dimana orang-orang biasanya menyungging di kulit untuk membuat wayang. Karena kekhasan tersebut, wilayah di sekitar lokasi batu tersebut diberi nama Sunggingan.

Desa Jeruk: Hoggowongso atau yang lebih dikenal sebagai Eyang Honggowongso ini adalah tokoh yang sangat berpengaruh bagi Desa Jeruk khususnya Dusun Mendalan. Honggowongso semasa hidupnya sangat rajin, tekun, saleh, dan jujur,  sehingga menjadi orang kepercayaan Kerajaan Sala. Eyang Honggowongso melakukan perjalanan menuju utara hingga menemukan hutan-hutan yang dipenuhi kayu jati. Disinilah misi dakwah Eyang Honggowongso dimulai. Dengan singgah di tengah-tengah hutan jati, Honggowongso memulai dengan babat alas atau wit witane di pethal pethal. Degan begitu Honggowongso menamai daerah ini dengan nama Menthalan.

Desa Gilirejo Baru & Lama: Desa Gilirejo Miri memiliki sejarah yang berkaitan dengan pemekaran dari Desa Gilirejo, akibat proyek Waduk Kedung Ombo pada tahun 1988. Beberapa wilayah Desa Gilirejo tenggelam akibat waduk tersebut, sehingga dibentuk Desa Gilirejo Baru untuk memudahkan pengelolaan pemerintahan. Desa Gilirejo Baru diresmikan pada tahun 2002 oleh Bupati Sragen Untung Wiyono.

Redaksi

SHARE