Oleh
Dinar Westri Andini, M.Pd. bersama Team Universitas Sarjanawiyata Yogyakarta

OPINI, Kebijakan bahwa seluruh instansi/lembaga pendidikan harus terbuka untuk semua termasuk perguruan tinggi tertuang dalam Permenristek Dikti No. 46 tahun 2017 terkait Pendidikan khusus dan layanan khusus di perguruan tinggi.

Secara tidak langsung perguruan tinggi menjadi salah satu penentu dalam pengembangan kualitas hidup, kemuliaan diri serta mendukung dalam memperoleh pekerjaan. Asas Tamansiswa 1922 menyebutkan bahwa pengajaran harusnya untuk memajukan semua kalangan rakyat dan memberikan pemerataan kepada semua.

Melalui pelaksanaan Pendidikan inklusif tujuan akhir pendidikan yang diungkapkan oleh UNESCO bahwa “learning to live together” bisa terlaksana dengan baik.

Kesamaan hak juga tertuang dalam Dasar Tamansiswa yaitu Pancadarma yang isinya antara lain setiap manusia memiliki potensi yang bisa dikembangkan dan akan mengalami kebahagian jika menyelaraskan dengan kodrat alam, setiap individu juga memiliki kemerdekaan yang menjadi dasar mengembangkan pribadi yang kuat dan sadar dalam suasana keseimbangan dan keselarasan dengan kehidupan bermasyarakat, dasar kebudayaan yang berarti bahwa dalam memelihara kebudayaan nasional ke arah kemajuan yang sesuai dengan kemajuan masyarakat dan kemajuan dunia guna kepentingan hidup rakyat lahir dan batin, dasar kebangsaan yang berarti bahwa dalam satu bangsa baik suka dan duka harus bisa mencapai kebahagian lahir batin seluruh bangsa, dan dasar kemanusiaan yang berarti bahwa sesama makhluk Tuhan harus memiliki rasa cinta kasih sebagai bukti keluhuran akal budi melawan sesuatu yang merintangi kemajuan pendidikan itu sendiri.

Guna mendukung aksesibilitas agar semua karakteristik individu dapat menggunakan dan terbantu sebagai proses pengembangan potensi diri maka perlu dilakukan inovasi melalui pengembangan tehnologi asistif. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2021 melalui dana hibah bantuan inovasi dan teknologi asistif yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, tim peneliti Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) terdiri dari Dinar Westri Andini, M.Pd., Zainur Wijayanto, M.Pd., Abdul Rahim, M.Pd., dan Muhaimi Mughni Prayogo, M.Pd dan dibantu tim ahli serta 10 (sepuluh) mahasiswa Prodi PGSD FKIP UST, berhasil mengembangkan teknologi asistif berbasis web speech recognition yang diberi nama “Soemeh” dengan mengambil istilah Bahasa Jawa yang berarti ramah untuk semua.

Teknologi asistif yang dikembangkan tersebut menjadi salah satu solusi yang ditunggu-tunggu dalam mendukung aksesibilitas, terlebih bagi penyandang tuli. Selama ini karakteristik individu hambatan pendengaran/tuli merasa kesulitan menangkap penjelasan yang sering kali dilakukan dengan cara ceramah walau mereka telah menggunakan aplikasi narrator namun seringkali terputus-putus dan tidak lengkap.

Atas dasar alasan inilah perlu adanya sosialisasi dan juga menyebarkan manfaat dari “Soemeh” kepada disabilitas (tuli) dan massyarakat luas guna mendukung serta memberikan kemudahan akses dalam berinteraksi juga berkomunikasi.

Melalui kesempatan yang diberikan oleh Direktoral Jendenral Pendidikan Tinggi Ristek dan Teknologi melalui Bantuan Pendanaan Program Penelitian Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka Dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian Dan Purwarupa PTS di tahun 2021. Dukungan penuh juga dari Rektor UST Prof. Drs. H. Pardimin, Ph. D dan wakil Rektor serta Kepala LP2M UST Dr. Siti Rochmiyati M. Pd. Acara dilaksanakan di Bandung pada Tanggal 23 dan 24 Desember 2021 bersama Kelompok Disabilitas Gerkatin (Gerakan kesejahteraan Tunarungu Indonesia), akademisi, guru, dan orangtua disabilitas.

Prosesi acara diresmikan langsung oleh Dr. Yoga Budi Santoso, M. Pd selaku Pembina komunitas disabilitas tuli (Gerkatin) yang sekaligus Ka Prodi PLB Universitas Islam Nusantara (UNINUS) Bandung Jawa Barat, maka “Soemeh” berhasil “disebar luaskan” melalui kegiatan PkM . Hasil dari pelatihan dan testimoni menujukkan bahwa“Soemeh”menjadi satu harapan bagi penyandang tuli untuk terus maju dan berkembang.

Hasil forum grup diskusi (FGD) diperoleh informasi bahwa selama ini teman-teman tuli merasa minder atau tidak percaya diri karena merasa kesulitan dalam berinteraksi bersama individu dengar lainnya, bahkan yang tadinya di bangku sekolah bersemangat untuk belajar, namun setelah lulus mereka mengetahui bahwa banyak orang menyampaikan dengan cara lisan dan merasa kurang mampu mengikuti cara berinteraksi serta kurang memahami semua yang disampaikan orang lain maka keinginan melanjutkan ke bangku perkuliahan tidak dilanjutkan.

Adanya “soemeh” ini membawa angin segar dan harapan bagi mereka karena telah ada aplikasi yang memudahkan mereka dalam memahami apa yang orang sampaikan secara lisan yang diubah melalui bentuk tulisan secara langsung. Selain itu perlu adanya pengembangan aplikasi “Soemeh” ke depannya, karena tidak semua individu tuli mampu memahami struktur bahasa yang komplek.

Bagi seorang tuli yang dialami sejak lahir, kemampuan berbahasan mereka lebih sederhana, sehingga diharapkan “Soemeh” bisa disisipkan bahasa isyarat secara langsung, lebih interaktif serta aplikasi ini bisa dikembangkan ke sistem android sehingga banyak orang bisa dengan mudah menggunakannya.

SHARE