LINTASINDO ~ BUDAYA, Karangsido merupakan dusun yang berada di wilayah paling barat dari kecamatan Tanon , Kabupaten Sragen. Dusun Karangsido masuk wilayah administrasi desa Karangtalun yang berbatasan langsung dengan wilayah Gemolong disisi selatannya.
Sementara disisi barat dan utara bersinggungan langsung dengan wilayah kecamatan Sumberlawang. Karangsido adalah nama resmi dusun ini secara administrasi, tetapi orang-orang lebih mengenal Karang Sido dengan nama Jubel.
Banyak orang mengira kalau nama Karangsido adalah nama baru pasca Kemerdekaan Indonesia, tapi setelah di cek di peta lama awal 1900-an dusun ini tertulis nama Karangsido bukan Jubel, apalagi setelah di temukan sebuah komboran kuno buat memberi minum kuda yang menguatkan kalau Karang Sido alias Jubel adalah sebuah dusun lama.
Setelah ditelusuri ternyata dulu warga dusun Jubel bedol desa ke arah selatan dan membentuk dusun baru yang di beri nama dusun Karangsido. Aksi bedol desa itu terjadi karena sebuah peristiwa yang di kemudian hari menjadi asal usul dukuh Tanjungsari.
Dulu, di dusun Jubel dan Ploso kerap kali terjadi pencurian baik berupa ternak ataupun bahan makanan. Aksi pencurian kadang terjadi pada siang hari walaupun seringnya pada malam hari. Karena dapat laporan keresahan dari warga dukuh soal aksi pencurian, ki demang pun menyarankan para warganya untuk ronda malam bergiliran.
Setelah diadakan ronda malam aksi pencurian turun drastis bahkan hampir triwulan (tiga bulan) tidak ada satupun penduduk yang kecurian. Karena merasa aman para penduduk mulai jarang melakukan ronda hingga pada suatu malam ada sepasang suami istri yang lewat daerah itu dengan menyunggi (membawa barang diatas kepala) sebuah dandang (alat masak) yang berbunyi gelontangan.
Karena curiga dengan gerak geriknya para penduduk yang sedang meronda menangkap sepasang suami istri itu dan menginterogasinya. Setelah diperiksa ternyata didalam dandang ditemukan sebuah kelapa, itu lah sebabnya kenapa dandang itu bergelontang.
Beberapa saat di interogasi dan tidak mengaku salah satu penduduk ada yang emosi terus memukuli sepasang suami istri itu, Lebih tragis lagi beberapa warga yang lain ikut-ikutan menganiaya mereka hingga terluka parah.
Ki Demang yang mendapat laporan soal tertangkapnya pasangan suami dan istri tersebut datang terlambat. Saat Ki Demang datang, mereka sudah sekarat karena dihajar warga. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, si suami berkata kepada Ki Demang kalau dia sebenarnya adalah seorang santri yang sedang mengembara.
Kelapa dalam dandang adalah bekal untuk makan dan minum mereka. Ternyata setelah diteliti oleh Ki Demang, tak ada warga yang kehilangan kelapa maupun dandang. Mengetahui kenyataan tersebut, Ki Demang dan warga merasa sangat menyesal. Jasad suami dan istri itu lantas dimakamkan di pinggir dukuh situ juga, oleh warga makam itu ditanam pohon Tanjung.
Setelah peristiwa itu, warga Jubel dan Ploso kurang harmonis karena saling menyalahkan. Untuk menghindari konflik berkepanjangan akhirnya sesepuh dusun Jubel memutuskan memindah dusun Jubel kearah selatan sekitar 1 km dan memberi nama baru yaitu Karangsido. Karangsido berasal dari dua kata yaitu Karang dan Sido, menurut Bausastra Karang berarti Pomahan (perumahan atau pekarangan ), sedangkan Sido berarti Jadi.
Karangsido bermakna jadilah perumahan atau pekarangan yang baru. Meski secara resmi sudah berganti nama menjadi Karang Sido tetapi orang-orang luar daerah dari dulu sampai sekarang tetap menyebut wilayah baru itu dengan nama Jubel. Bekas perkampungan Jubel lama oleh warga Karang Sido biasa di sebut Jubel Suwung .
Dalam jejak penelurusan Tegoeh Pambudi Rabu, 11 Desember 2024 sebagai arsip jelajahnya info budaya lawasan kearifan lokal.
Kontributor: Yoto/Edot
Editor: Rian