LINTASINDO – GROBOGAN, Dalam kurun waktu dua tahun terakhir Kabupaten Grobogan menjadi langganan banjir, dipertengahan bulan Maret 2024 tercatat sebanyak 103 desa dan di 13 kecamatan terdampak banjir.
Pada Maret 2025 ini kembali terulang, Kabupaten Grobogan dilanda banjir pada Minggu hingga Selasa, 09 -11 Maret 2025. Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops PB) BPBD Grobogan mencatat sebayak 23 desa di enam kecamatan terendam banjir.
Ironisnya, sejak Januari hingga Maret 2025 ini, kejadian banjir di Grobogan sudah terjadi untuk kesekian kalinya.
Cuaca ekstrem dengan intensitas hujan tinggi serta pendangkalan sungai besar menjadi salah satu faktor utama penyebab banjir di Grobogan.
Disisi lain, sedang ramai diperbincangkan di tengah masyarakat Grobogan, jika penyebab banjir yang sering terjadi disebabkan oleh kondisi hutan yang semakin gundul dan serapan air tidak ada.
“Alase entek mas, tanduran alas gundul dadine yo banjir (kondisi hutan gundul dan tidak berfungsi maka mengakibatkan banjir)”, ujar Jack (52) Warga Purwodadi yang sering terdampak banjir di Grobogan, Minggu (09/03/2024).
Terpisah, Totok (47)) Warga Kecamatan Geyer juga bersuara soal Perhutanan Sosial (PS) di Grobogan harus tetap memenuhi 50 persen tanaman keras (tegakan), namun faktanya pengelola lahan PS hanya ditanami jenis tanaman musiman, keluhnya.
“Sebagian fungsi hutan sudah berubah, dari tanaman tahunan diganti dengan tanaman musiman (Jagung) semenjak adanya program Ijin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial seperti IPHPS dan KHDPK dari Pemerintah Pusat”, katanya, Rabu (12/03/2025).
Lanjut Totok, sebenarnya program Perhutanan Sosial sebetulnya sudah mengatur tentang prosentase tanaman perhutanan sosial, dimana 50 persen harus tanaman keras, 30 persen tanaman buah, dan 20 persen tanaman musiman.
“Namun faktanya, banyak pengelola kawasan hutan di Grobogan diduga tidak mentaati aturan itu, terbukti tanaman musiman mendominasi area perhutanan sosial tersebut,” tandasnya.
Disisi lain, menanggapi hal ini Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Grobogan Wahyu Tri menegaskan, jika kondisi fisiologi Kabupaten Grobogan merupakan dataran rendah dan perbukitan sebagian merupakan kawasan perhutanan.
Penyebab banjir di Grobogan ada banyak faktor yang menjadi penyebab, hutan yang gundul menjadi salah satunya, tananan tahunan di kawasan hutan dapat sebagai filter resapan air hujan.
Wahyu mengaku jika pihak BPBD Grobogan belum melakukan survei lebih lanjut tentang kondisi hutan di Wilayah Kabupaten Grobogan.
“Terkait tata guna lahan dan tata kelola hutan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Perum Perhutani serta Pemerintah Provinsi Jawa Tengah”.
Wahyu Tri menambahkan, Kabupaten Grobogan juga dilintasi beberapa sungai besar yang dapat meningkatkan risiko terjadinya banjir saat intensitas hujan tinggi.
“Banjir juga bisa disebabkan adanya pendangkalan sungai, terkait penanganan sungai-sungai besar tentu pihaknya akan berkoordinasi dengan BBWS dan Kementerian Pekerjaan Umum”, pungkas Wahyu Tri.
Isu peralihan hutan lindung menjadi perhutanan sosial makin mencuat dikalangan masyarakat. Peralihan fungsi pengelolaan hutan tersebut dinilai menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir di Kabupaten Grobogan.
Ditempat terpisah, Aktivis Grobogan AR (50) bersuara, Progam KHDPK (Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus) sejatinya baik, namun pelaksanaan dibawah yang berhubungan dengan lahan pesanggem (penggarap) kurang makmal.
“Seharusnya tanaman tegakan harus diperhatikan dan dipelihara, sehingga hutan tetap lestari dan rimbun, sehingga resapan air terjaga dengan baik. Namun fakta dilapangan untuk tanaman tegakan sangat minim”, keluhnya.
( AL.1 – Grobogan ).