Perhutanan Sosial KTH Giri Indah Desa Genengsari Kabupaten Grobogan. Tanaman Pokok Hutan (Tanaman Tegakan) Sangat Minim, Tidak Lebih 10 Persen. Selasa (22/04/2025).
LINTASINDO – GROBOGAN, Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial Dan Kemitraan Lingkungan Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Wilayah Jawa pada tanggal 11 April 2925 menerbitkan Surat Nomor : S.133/X-5/WIL-1/ PSL.10.2/B/04/2025 perihal Pelaksanaan Evaluasi dan Pengawasan pada persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial.
Perhutanan Sosial KTH “Giri Indah” Desa Genengsari. Lebih Tepat Disebut Gagal, Kini Didominasi Tanaman Jagung.
Surat tersebut memerintahkan dengan target lokasi evaluasi dan pengawasan perhutanan sosial di Kabupaten Grobogan meliputi 13 lokasi Kelompok Tani Hutan selaku pemegang SK.
Ke-13 lokasi dengan total areal seluas 3.678 hektare dibagi 3 (tiga) Tim. Tim 1 melaksanakan evaluasi dan pengawasan perhutanan sosial di 4 KTH yakni ; KTH Sepakat Makmur Desa Bandungharjo, KTH Rakyat Giri Indah Desa Genengsari, KTH Wana Karya Abadi Desa Depok, dan Gapoktan Wana Raharja Desa Boloh.
Untuk Tim 2 dengan lokasi di KTHR Pandowo Limo Desa Jambangan, KTHR Subur Makmur Desa Sobo, dan KTH Wana Mulya Desa Genengadal.
Sedangkan untuk Tim 3 bertugas di 6 (enam) KTH, dengan lokasi LPHD Gunung Tumpeng Desa Gunung Tumpeng, LPHD Nampu Desa Nampu, LPHD Karangsono Desa Karangsono, KTH Mekarjaya Desa Ngombak, KT Maju Lancar Tani Desa Mlowokarang Talun, dan KTH Jati Kumara Desa Mlowokarang Talun.
Hasil Pelaksanaan Evaluasi dan Pengawasan dari Tim KLHK yang bertugas dilapangan sulit didapat, bahkan sulit ditemui lantaran muncul perbedaan pemahaman bahkan kental dengan kepentingan politik seperti yang terjadi di Desa Genengsari. Saat beberapa Petugas KLHK dan PSKL di Sekretariatan KTH Giri Indah, salah satu awak media yang meliput kegiatan dilarang oleh Ketua KTH Giri Indah dan Petugas KLHK pada Senin (14/04/2025).
Dari kejadian tersebut, memunculkan multitafsir atas hasil evaluasi dan pengawasan KLHK dalam hal ini kondisi areal perhutanan sosial yakni Tanaman Pokok Hutan (Tanaman Tegakan).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus, Pasal 48 ayat (2) disebutkan ; Pemanfaatan Hutan pada Areal Kerja Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial pada KHDPK dapat dilaksanakan dengan Pola Wana Tani atau Agroforestry, Wana Ternak atau Silvopastura, Wana Mina atau Silvofishery, dan Wana Tani Ternak atau Agrosilvopastura sesuai fungsi hutan dan jenis ruangnya.
Selain itu, kewajiban penerima SK Persetujuan Perhutanan Sosial harus mengelola dengan ketentuan budidaya Tanaman Pokok Hutan seluas 50 persen, Tanaman Multiguna/Multi Purposa Tress Species (MPTS) seluas 30 persen, budidaya tanaman semusim seluas 20 persen dari luasan areal persetujuan pengelolaan perhutanan sosial.
Namun yang terjadi di Areal Perhutanan Sosial di Desa Genengsari Toroh Kabupaten Grobogan terdapat Tanaman Pokok Hutan (Tanaman Tegakan) tidak lebih dari 10 persen. Hal tersebut bisa dilihat pada hari Selasa (22/04/2025) saat Lokasi Perhutanan Sosial di Desa Genengsari sedang panen raya jagung (tanaman semusim).
Pelaksanaan Evaluasi dan Pengawasan Perhutanan Sosial oleh KLHK hanya bertumpu pada dokumen dan administrasi RKPS (Rencana Kelola Perhutanan Sosial), seharusnya Dokumen RKPS disandingkan dengan kondisi lokasi Perhutanan Sosial dalam hal Tanaman Pokok Hutan (Tanaman Tegakan) yang menjadi kewajiban Penerima SK.
Program Perhutanan Sosial saat ini telah dilaksanakan di 22 desa, tentu desa yang berdekatan dengan kawasan hutan. Ke-22 desa tersebar di 8 Kecamatan yakni ; Kec Pulokulon, Kradenan, Toroh, Kedungjati, Geyer, Brati, Klambu, dan Karangrayung.
Adapun 22 Lokasi Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial di Grobogan menggunakan 2 (dua) skema utama ; Hutan Kemasyarakatan (HKm) untuk 16 desa diantaranya ; Mlowokarangtalun, Randurejo, Simo,Boloh, Genengsari,Ngombak, Jambangan, Sobo, Bandungharjo,Depok, Genengadal, Kronggen, Tegal Sumur, Kateksn, Bago, dan Terkesi.
Sementara 6 desa lainnya yakni Selojari, Penganten, Terkesi, Gunungtumpeng, Karangsono, dan Nampu denggan menggunakan skema Hutan Desa (HD).
Dikesempatan lain, Aktivis Grobogan Ali Rukamto (51) menyoroti Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terhadap pemberian SK Pengelolaan Perhutanan Sosial dan ruang untuk Kelompok Masyarakat selaku Pemegang SK. Tetapi Pengelolaan Perhutanan Sosial di Kabupaten Grobogan Utamanya di Desa Genengsari masih jauh dari harapan pemerintah.
“Di Desa Genengsari diterapkan skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), dengan ketentuan bahwa, HKm adalah hutan negara yang pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat dengan tujuan memberdayakan masyarakat sekitar agar tercipta kesejahteraan. HKm merupakan bagian dari skema perhutanan sosial yang diberikan pemerintah kepada kelompok masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan kawasan hutan”, tegasnya.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan meliputi penerimaan dari ; iuran perizinan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, pelaksanaan kawasan hutan, pungutan hasil usaha, pungutan terhadap risiko kerusakan lingkungan, pelatihan, pelayanan jasa, ganti rugi tegakan, ganti kerugian lingkungan hidup, denda administratif dibidang lingkungan hidup dan kehutanan, dan denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah.
Dari regulasi yang ada, hak dan kewajiban KTH selaku pemegang SK Perhutanan Sosial IPHPS yang tertransformasi ke KHDPK cukup jelas. Namun kewajiban KTH tentang Pembayaran PNBP sudah dilakukan apa belum tentu bisa dicek dan diaudit, karena saat diklarifikasi pada bulan puasa kemarin diakui oleh Ketua KTH Giri Indah bahwa PNBP belum dibayar.
(AL.1 – Grobogan)