Oleh: Ali Rukamto 

Pegiat Media Sosial 

OPINI : Pemerintah desa diberikan amanat oleh konstitusi untuk melayani masyarakat dengan sebaik – baiknya serta mengedepankan pelayanan yang prosedural, akuntabel, transparan hingga berdaya guna.

Masyarakat dalam menerima pelayanan bisa disebut sebagai obyek, sedangkan pemangku kebijakan di Pemerintah Desa baik Kepala Desa, Sekretaris Desa, Kepala Dusun, Kaur, Kasi, dll disebut selaku subyek.

Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sampai pelaksanaan pembangunan desa, baik sarana prasarana maupun administrasi tentu dilaksanakan sesuai regulasi yang ada, dan tidak boleh ada pelanggaran sekecil apapun yang berkaitan pemerintahan desa khususnya dalam hal keuangan desa.

Disadari ataupun tidak, diera saat ini Pemerintah Desa yang di kendalikan oleh Kepala Desa sangatlah rentan penyelewengan baik hal fisik maupun keuangan desa.

Baca juga:

Buntut Pemecatan Sekdes Asemrudung Suraji, Kades Wita Di duga Bermanuver Lirik Sekdes Baru Melalui Jalur Pengembangan Karier!!

Polemik Kades VS Sekdes Desa Asemrundung Semakin Memanas, Kades Blunder!! Kok Bisa??

 Dimana desa saat ini menjadi lumbung uang, baik keuangan yang bersumber Pendapatan Asli Desa (PAD), Aspirasi, Banprov, hingga Dana Desa yang bersumber dari APBN setiap Tahun Anggaran.

Kepala Desa yang seharusnya menjadi tauladan kepada masyarakat bahkan para pembantu (Perangkat Desa) sesuai amanat UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Namun desa terpencil di pinggiran hutan di Wilayah Hukum Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, terjadi ketegangan yang berkepanjangan  antara Kepala Desa dan Sekretaris Desa hingga keduanya saling membangun manuver menjatuhkan untuk mendapatkan label paling baik di mata masyarakat setempat.

Disini masyarakat terkontaminasi, yang akhirnya ada yang berpihak kepada Kepala Desa bahkan sebagian besar berpihak kepada Sekretaris Desa, dengan alasan Sekretaris Desa di Dzolimi oleh Kepala Desa yang seharusnya sebagai pengayom dan tauladan.

Hal ini menjadi presedent buruk bagi roda pemerintahan desa yang cukup terganggu, dimana keduanya saling mempertahankan ego dan prinsipnya.

Bila mempedomani UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Kepala Desa tidaklah seperti Malaikat Izrail yang sewaktu – waktu mencabut nyawa orang tanpa pandang bulu sekalipun orang tersebut Penguasa, Pejabat, Kaya, Miskin, bahkan Pemimpin Super Hero.

Pointnya adalah sebuah kekuasaan ada batasan dan di atur oleh regulasi bukan semaunya dan terkesan abuse of power (Penyalahgunaan Kekuasaan) dalam bentuk penyimpangan dalam jabatan atau pelanggaran resmi adalah tindakan melanggar hukum.

Dengan ketegangan yang masih berlanjut hingga opini ini  tayang, kedua pemangku kebijakan seyogyanya  bisa menempatkan diri dan bekerja sesuai tugasnya yang telah diatur oleh regulasi yakni UU RI Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bukan mengklaim dirinya lah yang paling benar dan berkuasa (*****)

SHARE